Kebon Agung tingkatkan kapasitas produksi gula
14 Apr 2010
· Industri
OLEH BAMBANG SUTEJO
Bisnis Indonesia
Bisnis Indonesia
MALANG PT Kebon Agung menanamkan modal sedikitnya Rp330 miliar untuk meningkatkan kapasitas produksi gula perseroan dari 11.800 ton tebu per hari (TTH) menjadi 21.000 TTH. Rudi CH Basarah, Dirut Kebon Agung, menyebutkan investasi tersebut ditujukan bagi peningkatan produksi dua pabrik gula, yakni PG Kebon Agung di Malang, Jawa Timur, sebesar 15.000 TTH dan PG Trangkil di Pati, Jawa Tengah, 6.000 TTH.bari anggaran Rp330 miliar, paparnya, dana yang sudah dikucurkan untuk kedua PG itu mencapai Rp 248,6 miliar, yakni Rpl48,l miliar untuk PG Kebon Agung dan Rpl00,5 miliar untuk PC Trangkil.
"Sisa anggaran Rp81,4 miliar akan digunakan untuk kelanjut-an program serupa 2 tahun ke depan hingga seluruh tahapan proyek rampung pada 2011/2012 dan kapasitas produksi kedua PG sebesar 21.000 TTH tercapai," katanya di sela-sela kunjungan ke PG Kebin Agung, kemarin. Peningkatan kapasitas produksi tersebut merupakan program tahap II, setelah pada tahap I menyedot investasi Rpl3S miliar, yaitu untuk PG Kebon Agung sebesar Rp73 miliar dan PG Trangkil Rp62 miliar.
Pada 2007, kapasitas giling PG Kebon Agung mencapai 7.000 TTH, sementara PG Trangkil 4.800 TTH. Kapasitas giling tersebut naik dibandingkan dengan kondisi pada 2004 yang masing-masing 4.300 TTH dan 3.000 TTH. Dalam revitalisasi pabrik tersebut, tutur Rudi, pihaknya bekerja sama dengan sejumlah industri lokal dan asing, di antaranya PT Trisula Abadi untuk penga-daan ketel uap lisensi dari China.
Ketel uap itu dilengkapi dengan electrical static pretipita-tor, yaitu unit penangkap partikel debu sesuai dengan persyaratan baku mutu emisi yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup.
Kebon Agung juga menggandeng PT Barata Indonesia untuk pengadaan mesin penggerak gi-lingan tebu.
Jika seluruh tahapan proyek selesai, kata Rudi, produksi dan kualitas gula akan meningkat signifikan. Saat irti, tuturnya, kandungan icumsa gula kristal putih yang dihasilkan perseroan masih di kisaran 230, tetapi setelah program revitalisasi kandungannya tinggal 80.
"Kristalnya putih jernih mirip semirafinasi sehingga dapat dipasok ke industri makanan dan minuman lokal. Tentunya dengan harga yang lebih bagus sehingga pendapatan dan keun-tungan perseroan juga akan meningkat," katanya.
Insentif
Di tempat yang sama, Direktur Tanaman Semusim Kantor Kementerian Pertanian Agus Hasanudin mengungkapkan pemerintah menyiapkan insentif sedikitnya Rp50 miliar untuk peningkatan kapasitas produksi pabrik gula di dalam negeri.
Insentif tersebut berupa bantuan dana sebesar 10% dari total biaya pengembangan kapasitas produksi pabrik gula, baik milik negara (BUMN) maupun swasta.
"Pemanfaatan dana insentif tersebut kini lebih terbuka. Kalau dulu hanya untuk BUMN, tahun ini bisa dimanfaatkan oleh pabrik swasta," kata Agus.
Pada tahun lalu anggaran insentif yang disediakan Kementan mencapai Rp56 miliar, tetapi yang terserap hanya Rp28 miliar atau 50%. Insentif dimanfaatkanoleh empat PT Perkebunan Nusantara (PTPN), yaitu PTPN VH, IX, X, XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Dia mengharapkan PG yang melakukan pengembangan kapasitas produksi lebih banyak sehingga penyerapan tebu meningkat dan target swasembada gula pada 2014 sebesar 5,7 juta ton dapat terwujud.
Didid Taurusianto, pimpinan PG Kebon Agung, mengatakan untuk4 mengimbangi peningkatan kapasitas produksi pihaknya siap memperluas areal tanam tebu hingga 22.706 hektare atau setara dengan 1,8 juta ton tebu.
"Pengembangan areal tanam tebu di wilayah kerja kami sebenarnya sudah dilakukan sejak 2003. Saat itu jumlah tebu yang digiling 845.296 ton dan pada 2008 mencapai 1,314 juta ton."
Selama ini pengembangan areal lahan tebu bersumber dari tebu rakyat yang mencapai 98%.
Rudi CH Basarah, Dirut Kebon Agung, menyebutkan investasi tersebut ditujukan bagi peningkatan produksi dua pabrik gula, yakni PG Kebon Agung di Malang, Jawa Timur, sebesar 15.000 TTH dan PG Trangkil di Pati, Jawa Tengah, 6.000 TTH.bari anggaran Rp330 miliar, paparnya, dana yang sudah dikucurkan untuk kedua PG itu mencapai Rp 248,6 miliar, yakni Rpl48,l miliar untuk PG Kebon Agung dan Rpl00,5 miliar untuk PC Trangkil. "Sisa anggaran Rp81,4 miliar akan digunakan untuk kelanjut-an program serupa 2 tahun ke depan hingga seluruh tahapan proyek rampung pada 2011/2012 dan kapasitas produksi kedua PG sebesar 21.000 TTH tercapai," katanya di sela-sela kunjungan ke PG Kebin Agung, kemarin. Peningkatan kapasitas produksi tersebut merupakan program tahap II, setelah pada tahap I menyedot investasi Rpl3S miliar, yaitu untuk PG Kebon Agung sebesar Rp73 miliar dan PG Trangkil Rp62 miliar.
Sumber: Investor Daily. SURABAYA: Sebanyak 44 investor tertarik membangun Pabrik Gula (PG) di Indonesia, empat di antaranya investor asing. Mereka berminat membangun pabrik di Jawa Timur, tepatnya di Malang, Mojokerto, dan Banyuwangi. Selain investor lokal antara lain, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN X dan XI).
“Untuk merealisasikan target swasembada gula tahun 2014 ada dua cara. Bisa lewat pembangunan PG baru di Jawa atau luar Jawa, juga peningkatkan kapasitas produksi dengan revitalisasi PG yang selama ini ada,” kata Agus Hasanudin, direktur Tanaman Semusim Dirjenbun, Departemen Pertanian di sela kunjungan ke Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, Selasa. (13/4).
Menurut Agus, besarnya minat investor atas pabrik gula karena besarnya potensi pasar dalam negeri. Hingga akhir 2010 produksi gula diperkirakan tidak sampai 3 juta ton, sementara target swasembada pada 2014 sebesar 5,7 juta ton.
Lokasi pabrik, lanjut Agus, tidak lagi berkonsentrasi di Jawa, namun juga luar Jawa seperti di Aceh, Merauke, Jambi, Riau, Sumsel, serta Lampung.
Di Merauke tercatat sembilan investor berminat, sedangkan enam lainnya tertarik di Sumsel. Namun, hingga kini masih terkendala perizinan usah dari pemerintah daerah.
“Pemerintah tidak bisa menahan ketertarikan investor membangun PG. Namun, pemerintah setampat harus menyetujuinya, Deptan yang akan merekomendasikan apakah investor tersebut bisa membangun PG baru,” jelasnya .
Agus menerangkan, untuk melancarkan target swasembada gula pada 2014 dengan produksi 5,7 juta ton gula diperlukan lahan seluas 750 ribu ha.
Kini, dengan produksi gula 2,999 juta ton tahun 2010, lahan yang tersedia hanya seluas 436 ribu ha. Pemerintah berencana manyinergikan Perhutani dan Inhutani untuk menyediakan tambahan lahan 500 ribu ha, 300 ribu diantaranya di Merauke, dan 200 ribu ha di daerah lain termasuk pulau jawa.
Kebon Agung Rp 475 M
Sejalan dengan upaya penambahan kapasitas produksi, PG Kebon Agung membangun pabrik gula Rp475 miliar di Malang dan Trinkil di Pati, Jateng. Tahap I sebesar Rp 135 miliar dan tahap II sebesar Rp 330 miliar. Program revitalisasi PG Kebon Agung yang dimulai sejak 2001 dengan sasaran akhir kapasitas giling pada 2011 sebesar 10.000 ton tebu per hari. Saat ini kapasitas giling 7.000 ton tebu per hari.
Rudi Ch Basrah, presdir PT Kebon Agung mengtakan, pada 2010 pihaknnya melakukan investasi satu buah ketel uap dengan kapasitas 120 ton uap/jam, lima unit gilingan dan penggerak baru yang telah selesai pemasangan dan bisa digunakan mulai awal giling 2010.
“Pengadaan ketel uap kerja sama dengan kontraktor PT Trisula Abadi Surabaya yang telah mendapatkan lisensi produsen ketel dari Tiongkok. Awalnya sempat ragu menggunakan produk Tiongkok, ternyata kualitasnya tidak diragukan,” jelasnya.
Rudi menambahkan, sistem penggerak lama menggunakan beberapa tingkat reducer diganti dengan satu planetary gear yang lebih efisien dan merupakan transmisi penggerak terbaru yang pertama kali di gunakan PG di Indonesia. Peralatan dan mesin yang juga dipasang tahun 2010, emplasemen untuk menampung 1800 truk tebu saat musim giling. Luas lahan PG Kebon Agung pada 2012 akan mencapai 22.706 ha atau setara 1.816.483 ton tebu.
Kebon Agung menargetkan tahun giling 2011 berkapasitas terpasang 10 ribu ton tebu per hari, tahun 2012 berkapasitas 12.500 ribu ton per hari dan direncanakan akan expandable ke 15 ribu ton per hari tahun 2013.
“Dengan kapasitas tersebut, PG Kabon Agung secara tidak langsung membangun satu pabrik baru dengan kapasitas 8.000 ton tebu per hari,” jelasnya .
“Untuk merealisasikan target swasembada gula tahun 2014 ada dua cara. Bisa lewat pembangunan PG baru di Jawa atau luar Jawa, juga peningkatkan kapasitas produksi dengan revitalisasi PG yang selama ini ada,” kata Agus Hasanudin, direktur Tanaman Semusim Dirjenbun, Departemen Pertanian di sela kunjungan ke Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, Selasa. (13/4).
Menurut Agus, besarnya minat investor atas pabrik gula karena besarnya potensi pasar dalam negeri. Hingga akhir 2010 produksi gula diperkirakan tidak sampai 3 juta ton, sementara target swasembada pada 2014 sebesar 5,7 juta ton.
Lokasi pabrik, lanjut Agus, tidak lagi berkonsentrasi di Jawa, namun juga luar Jawa seperti di Aceh, Merauke, Jambi, Riau, Sumsel, serta Lampung.
Di Merauke tercatat sembilan investor berminat, sedangkan enam lainnya tertarik di Sumsel. Namun, hingga kini masih terkendala perizinan usah dari pemerintah daerah.
“Pemerintah tidak bisa menahan ketertarikan investor membangun PG. Namun, pemerintah setampat harus menyetujuinya, Deptan yang akan merekomendasikan apakah investor tersebut bisa membangun PG baru,” jelasnya .
Agus menerangkan, untuk melancarkan target swasembada gula pada 2014 dengan produksi 5,7 juta ton gula diperlukan lahan seluas 750 ribu ha.
Kini, dengan produksi gula 2,999 juta ton tahun 2010, lahan yang tersedia hanya seluas 436 ribu ha. Pemerintah berencana manyinergikan Perhutani dan Inhutani untuk menyediakan tambahan lahan 500 ribu ha, 300 ribu diantaranya di Merauke, dan 200 ribu ha di daerah lain termasuk pulau jawa.
Kebon Agung Rp 475 M
Sejalan dengan upaya penambahan kapasitas produksi, PG Kebon Agung membangun pabrik gula Rp475 miliar di Malang dan Trinkil di Pati, Jateng. Tahap I sebesar Rp 135 miliar dan tahap II sebesar Rp 330 miliar. Program revitalisasi PG Kebon Agung yang dimulai sejak 2001 dengan sasaran akhir kapasitas giling pada 2011 sebesar 10.000 ton tebu per hari. Saat ini kapasitas giling 7.000 ton tebu per hari.
Rudi Ch Basrah, presdir PT Kebon Agung mengtakan, pada 2010 pihaknnya melakukan investasi satu buah ketel uap dengan kapasitas 120 ton uap/jam, lima unit gilingan dan penggerak baru yang telah selesai pemasangan dan bisa digunakan mulai awal giling 2010.
“Pengadaan ketel uap kerja sama dengan kontraktor PT Trisula Abadi Surabaya yang telah mendapatkan lisensi produsen ketel dari Tiongkok. Awalnya sempat ragu menggunakan produk Tiongkok, ternyata kualitasnya tidak diragukan,” jelasnya.
Rudi menambahkan, sistem penggerak lama menggunakan beberapa tingkat reducer diganti dengan satu planetary gear yang lebih efisien dan merupakan transmisi penggerak terbaru yang pertama kali di gunakan PG di Indonesia. Peralatan dan mesin yang juga dipasang tahun 2010, emplasemen untuk menampung 1800 truk tebu saat musim giling. Luas lahan PG Kebon Agung pada 2012 akan mencapai 22.706 ha atau setara 1.816.483 ton tebu.
Kebon Agung menargetkan tahun giling 2011 berkapasitas terpasang 10 ribu ton tebu per hari, tahun 2012 berkapasitas 12.500 ribu ton per hari dan direncanakan akan expandable ke 15 ribu ton per hari tahun 2013.
“Dengan kapasitas tersebut, PG Kabon Agung secara tidak langsung membangun satu pabrik baru dengan kapasitas 8.000 ton tebu per hari,” jelasnya .
Sumber: bisnis.com, 13 April 2010. MALANG: Manajemen PT Pabrik Gula Kebon Agung (KA) menyuntikan dana sedikitnya Rp330 miliar untuk meningkatkan kapasitas produksi gula dari 11.800 ton tebu per hari (TTH) menjadi 21.000 TTH.
Rudi CH Basarah, Dirut PT KBA mengatakan peningkatan produksi itu dilakukan di PG Kebon Agung, Malang menjadi 15.000 TTH dan PG Trangkil, Pati (Jawa Tengah) 6.000 TTH. "Investasi itu sudah dipakai untuk PG Kebon Agung Rp148,1 miliar dan PG Trangkil Rp100,5 miliar," ujar Rudi di sela-sela kunjungan PG KBA di Malang, kemarin. , hari ini.
Adapun, sisa anggaran investasi sebesar Rp81,4 miliar akan digunakan untuk melanjutkan program serupa dua tahun ke depan (hingga 2011/2012) di mana kapasitas produksi kedua PG itu mencapai 21.000 ton tebu per hari (TTH).
Program peningkatan kapasitas produksi gula tersebut merupakan tahap II. Tahap I yang membutuhkan investasi Rp135 miliar masing-masing untuk PG KBA sebesar Rp73 miliar dan PG Trangkil sebesar Rp62 miliar.
Pada 2007, kapasitas giling kedua PG itu masing-masing 7.000 TTH dan 4.800 TTH. Kapasitas giling tersebut naik signifikan dibandingkan dengan 2004 yang berada pada kisaran 4.300 TTH dan 3.000 TTH.
Menurut Rudi untuk merevitalisasi pabrik tersebut manajemen bekerjasama dengan sejumlah industri manufakturing lokal dan asing di antaranya PT Trisula Abadi untuk pengadaan ketel uap sesuai lisensi yang diperoleh dari China. Lalu dilengkapi dengan Electrical Static Precipitator atau unit penangkap partikel debu sesuai persyaratan baku mutu emisi yang ditetapkan Badan Lingkungan Hidup serta PT Barata Indonesia, yang memasok mesin penggerak gilingan tebu.
Bila seluruh tahapan proyek selesai digarap, kata Rudi Basarah, selain produksi meningkat, kualitas gula yang dihasilkan juga jauh lebih baik. Jika saat ini kandungan icumsa gula kristal putih yang dihasilkan PG KA masih di kisaran 230, nantinya icumsa tinggal 80.
“Kristalnya putih jernih mirip semi rafinasi, sehingga dapat dipasok ke industri makanan dan minuman lokal. Lha tentunya dengan harga yang lebih bagus, sehingga pendapatan dan keuntungan perseroan juga meningkat,” katanya.
Didid Taurusianto, Pemimpin PG KA mengatakan untuk mengimbangi peningkatan kapasitas produksi gula di PG KA pihaknya siap memperluas areal tanam tebu hingga mencapai 22.706 hektare yang setara dengan 1,816 juta ton tebu.
Pengembangan areal tanam tebu di wilayah kerja PG KA, kata dia, sebenarnya sudah dilakukan sejak 2003. Jika saat itu jumlah tebu yang digiling mencapai 845.296 ton, pada 2008 mencapai 1,31 juta ton. Selama ini, pengembangan areal lahan tebu bersumber dari tebu rakyat yang mencapai sekitar 98%. “Jadi selama ini dalam pengembangan areal tanam tebu tersebut kami bermitra dengan petani tebu, termasuk di kawasan Malang Raya dan Blitar,” kata Didid.(msb)
Rudi CH Basarah, Dirut PT KBA mengatakan peningkatan produksi itu dilakukan di PG Kebon Agung, Malang menjadi 15.000 TTH dan PG Trangkil, Pati (Jawa Tengah) 6.000 TTH. "Investasi itu sudah dipakai untuk PG Kebon Agung Rp148,1 miliar dan PG Trangkil Rp100,5 miliar," ujar Rudi di sela-sela kunjungan PG KBA di Malang, kemarin. , hari ini.
Adapun, sisa anggaran investasi sebesar Rp81,4 miliar akan digunakan untuk melanjutkan program serupa dua tahun ke depan (hingga 2011/2012) di mana kapasitas produksi kedua PG itu mencapai 21.000 ton tebu per hari (TTH).
Program peningkatan kapasitas produksi gula tersebut merupakan tahap II. Tahap I yang membutuhkan investasi Rp135 miliar masing-masing untuk PG KBA sebesar Rp73 miliar dan PG Trangkil sebesar Rp62 miliar.
Pada 2007, kapasitas giling kedua PG itu masing-masing 7.000 TTH dan 4.800 TTH. Kapasitas giling tersebut naik signifikan dibandingkan dengan 2004 yang berada pada kisaran 4.300 TTH dan 3.000 TTH.
Menurut Rudi untuk merevitalisasi pabrik tersebut manajemen bekerjasama dengan sejumlah industri manufakturing lokal dan asing di antaranya PT Trisula Abadi untuk pengadaan ketel uap sesuai lisensi yang diperoleh dari China. Lalu dilengkapi dengan Electrical Static Precipitator atau unit penangkap partikel debu sesuai persyaratan baku mutu emisi yang ditetapkan Badan Lingkungan Hidup serta PT Barata Indonesia, yang memasok mesin penggerak gilingan tebu.
Bila seluruh tahapan proyek selesai digarap, kata Rudi Basarah, selain produksi meningkat, kualitas gula yang dihasilkan juga jauh lebih baik. Jika saat ini kandungan icumsa gula kristal putih yang dihasilkan PG KA masih di kisaran 230, nantinya icumsa tinggal 80.
“Kristalnya putih jernih mirip semi rafinasi, sehingga dapat dipasok ke industri makanan dan minuman lokal. Lha tentunya dengan harga yang lebih bagus, sehingga pendapatan dan keuntungan perseroan juga meningkat,” katanya.
Didid Taurusianto, Pemimpin PG KA mengatakan untuk mengimbangi peningkatan kapasitas produksi gula di PG KA pihaknya siap memperluas areal tanam tebu hingga mencapai 22.706 hektare yang setara dengan 1,816 juta ton tebu.
Pengembangan areal tanam tebu di wilayah kerja PG KA, kata dia, sebenarnya sudah dilakukan sejak 2003. Jika saat itu jumlah tebu yang digiling mencapai 845.296 ton, pada 2008 mencapai 1,31 juta ton. Selama ini, pengembangan areal lahan tebu bersumber dari tebu rakyat yang mencapai sekitar 98%. “Jadi selama ini dalam pengembangan areal tanam tebu tersebut kami bermitra dengan petani tebu, termasuk di kawasan Malang Raya dan Blitar,” kata Didid.(msb)
PG Kebon Agung Siap Produksi 15 Ribu Ton Gula Per Hari
Pengirim: Delfi Yusransyah Daz - detikSurabaya
Pengirim: Delfi Yusransyah Daz - detikSurabaya
Surabaya - Dalam rangka mendukung program swasembada gula, Pabrik Gula (PG) Kebon Agung telah mempersiapkan diri dengan melakukan pengembangan, melalui program yang dikenal dengan Program Pengembangan PT Kebon Agung (PPKA) yang dimulai sejak tahun 2004 untuk PPKA tahap I dilanjutkan dengan PPKA tahap II, yang dimulai tahun 2007 dengan sasaran akhir kapasitas giling pada tahun 2011, sebesar 10.000 ton tebu per hari.
Kapasitas giling tahun 2010 direncanakan 7.000 ton tebu per hari. Untuk keperluan pengembangan, pada tahun 2010, PG Kebon Agung telah melakukan investasi, 1 buah ketel uap dengan kapasitas 120 ton uap/jam.
Ketel uap merupakan salah satu unit peralatan yang sangat menentukan untuk peningkatan kapasitas produksi, sebagai penyedia sumber tenaga penggerak turbin uap yang akan memutar gilingan, alat pencacah tebu, dan turbin pemutar generator penghasil tenaga listrik.
Pengadaan Ketel Uap ini bekerja sama dengan kontraktor nasional, yaitu PT Trisula Abadi Surabaya yang telah mendapatkan lisensi produsen ketel dari China. Pekerjaan pemasangan sudah dimulai dan direncanakan akan dapat digunakan pada awal giling tahun 2011. ketel baru akan terpasang lengkap dengan unit penangkap partikel debu, dikenal dengan nama Electrical Static Precipitator, alat tersebut sebagai persyaratan baku mutu emisi yang ditentukan oleh Badan Lingkungan Hidup.
Disamping ketel uap, lima unit gilingan dan penggerak baru telah selesai pemasangan dan akan aktif mulai awal giling tahun 2010. system penggerak lama yang masih menggunakan beberapa tingkat reducer gear diganti dengan satu planetary gear yang lebih efisien dan merupakan transmisi penggerak terbaru yang pertama kali digunakan pabrik gula di Indonesia. Peralatan dan mesin yang juga dipasang tahun 2010 emplasemen untuk menampung sekitar 1.800 truk tebu.
Program Pengembangan yang dilakukan oleh PT Kebon Agung - untuk PG Kebon Agung di Malang, sudah melalui kajian yang mendalam. Untuk keperluan tersebut, PT Kebon Agung bekerja sama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Terutama dalam bidang pengembangan tanaman tebu. Dari hasil kajian bahwa potensi ketersediaan lahan yang dapat dikemmbangkan untuk tanaman tebu di wilayah Malang Raya, Kabupaten Blitar yang merupakan lahan histories dan sekitarnya masih cukup luas.
Prediksi ketersediaan lahan ke depan akan meningkat, diperkirakan pada tahun 2012 luas lahan di wilayah kerja PG Kebon Agung akan mencapai 22.706 ha atau setara dengan 1.816.483 ton tebu. Pengembangan tebu di wilayah kerja, yang cukup besar beberapa tahun terakhir, 2003 sebesar 845.296 ton menjadi 1.314.149 ton di tahun 2008. Terjadi kenaikan 468.853 ton atau 93.770 ton per tahun, merupakan bukti nyata kerja sama kemitraan yang baik dengan petani tebu yang terus akan ditingkatkan, disamping juga karena peningkatan kapasitas giling yang merupakan hasil investasi selama berlangsungnya PPKA.
Kerja sama dengan petani yang dikoordinir oleh Team Lima sebagai organisasi yang mewadahi kelompok-kelompok tani di wilayah kerja PG Kebon Agung, meliputi distribusi pucuk, pelelangan gula tani dan kontrak produksi bahan baku untuk PG Kebon Agung. Bagi PG Kebon Agung, petani tebu sangat berarti mengingat 98% bahan baku berasal dari petani tebu. Sehingga kerja sama kemitraan dengan semangat hidup bersama, tumbuh bersama, win win solutions terus ditingkatkan.
Dengan ketersediaan bahan baku, kerja sama dengan petani yang baik, dan harga gula yang diprediksi akan membaik beberapa tahun kedepan, PG Kebon Agung , merencanakan program lanjutan pengambangan kapasitas giling dan kualitas gula. Penahapan kenaikan kapasitas, pada tahun giling 2011 kapasitas terpasang 10.000 ton tebu per hari, tahun 2012 kapasitas terpasang 12.500 ton tebu per hari direncanakan akan expandable ke 15.000 ton tebu per hari.
Investasi yang segera direalisir di tahun 2011 adalah penggantian 1 unit unigrator dengan heavy duty hammer shredder, penambahan 1 unit cane cutter, untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas di cane preparations, perubahan gilingan nomer satu yang semula four roll mill menjadi six roll mill. Penambahan 1 unit pan penguapan. Dan pada tahun 2012 pertahapan pengadaan mesin dan peralatan untuk peningkatan kualitas gula. Untuk keperluan tersebut telah dilakukan kajian baik oleh P3GI, SUTECH ENGINERING – Thailand dan kunjungan ke Pabrik-pabrik gula di Thailand yang sudah lebih modern dan kapasitas lebih besar antara 12.500 ton tebu per hari hingga 35.000 ton tebu per hari.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa peningkatan kapasitas giling PG Kebon Agung yang pada tahun ini 2010 sebesar 7.000 ton tebu per hari akan meningkat menjadi 12.500 ton tebu per hari expandable 15.000 ton tebu per hari atau meningkat 5.500 – 8.000 ton tebu per hari atau dengan kata lain, PG Kebon Agung menambah satu pabrik gula baru dengan kapasitas 8.000 ton tebu per hari.
Kapasitas giling tahun 2010 direncanakan 7.000 ton tebu per hari. Untuk keperluan pengembangan, pada tahun 2010, PG Kebon Agung telah melakukan investasi, 1 buah ketel uap dengan kapasitas 120 ton uap/jam.
Ketel uap merupakan salah satu unit peralatan yang sangat menentukan untuk peningkatan kapasitas produksi, sebagai penyedia sumber tenaga penggerak turbin uap yang akan memutar gilingan, alat pencacah tebu, dan turbin pemutar generator penghasil tenaga listrik.
Pengadaan Ketel Uap ini bekerja sama dengan kontraktor nasional, yaitu PT Trisula Abadi Surabaya yang telah mendapatkan lisensi produsen ketel dari China. Pekerjaan pemasangan sudah dimulai dan direncanakan akan dapat digunakan pada awal giling tahun 2011. ketel baru akan terpasang lengkap dengan unit penangkap partikel debu, dikenal dengan nama Electrical Static Precipitator, alat tersebut sebagai persyaratan baku mutu emisi yang ditentukan oleh Badan Lingkungan Hidup.
Disamping ketel uap, lima unit gilingan dan penggerak baru telah selesai pemasangan dan akan aktif mulai awal giling tahun 2010. system penggerak lama yang masih menggunakan beberapa tingkat reducer gear diganti dengan satu planetary gear yang lebih efisien dan merupakan transmisi penggerak terbaru yang pertama kali digunakan pabrik gula di Indonesia. Peralatan dan mesin yang juga dipasang tahun 2010 emplasemen untuk menampung sekitar 1.800 truk tebu.
Program Pengembangan yang dilakukan oleh PT Kebon Agung - untuk PG Kebon Agung di Malang, sudah melalui kajian yang mendalam. Untuk keperluan tersebut, PT Kebon Agung bekerja sama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Terutama dalam bidang pengembangan tanaman tebu. Dari hasil kajian bahwa potensi ketersediaan lahan yang dapat dikemmbangkan untuk tanaman tebu di wilayah Malang Raya, Kabupaten Blitar yang merupakan lahan histories dan sekitarnya masih cukup luas.
Prediksi ketersediaan lahan ke depan akan meningkat, diperkirakan pada tahun 2012 luas lahan di wilayah kerja PG Kebon Agung akan mencapai 22.706 ha atau setara dengan 1.816.483 ton tebu. Pengembangan tebu di wilayah kerja, yang cukup besar beberapa tahun terakhir, 2003 sebesar 845.296 ton menjadi 1.314.149 ton di tahun 2008. Terjadi kenaikan 468.853 ton atau 93.770 ton per tahun, merupakan bukti nyata kerja sama kemitraan yang baik dengan petani tebu yang terus akan ditingkatkan, disamping juga karena peningkatan kapasitas giling yang merupakan hasil investasi selama berlangsungnya PPKA.
Kerja sama dengan petani yang dikoordinir oleh Team Lima sebagai organisasi yang mewadahi kelompok-kelompok tani di wilayah kerja PG Kebon Agung, meliputi distribusi pucuk, pelelangan gula tani dan kontrak produksi bahan baku untuk PG Kebon Agung. Bagi PG Kebon Agung, petani tebu sangat berarti mengingat 98% bahan baku berasal dari petani tebu. Sehingga kerja sama kemitraan dengan semangat hidup bersama, tumbuh bersama, win win solutions terus ditingkatkan.
Dengan ketersediaan bahan baku, kerja sama dengan petani yang baik, dan harga gula yang diprediksi akan membaik beberapa tahun kedepan, PG Kebon Agung , merencanakan program lanjutan pengambangan kapasitas giling dan kualitas gula. Penahapan kenaikan kapasitas, pada tahun giling 2011 kapasitas terpasang 10.000 ton tebu per hari, tahun 2012 kapasitas terpasang 12.500 ton tebu per hari direncanakan akan expandable ke 15.000 ton tebu per hari.
Investasi yang segera direalisir di tahun 2011 adalah penggantian 1 unit unigrator dengan heavy duty hammer shredder, penambahan 1 unit cane cutter, untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas di cane preparations, perubahan gilingan nomer satu yang semula four roll mill menjadi six roll mill. Penambahan 1 unit pan penguapan. Dan pada tahun 2012 pertahapan pengadaan mesin dan peralatan untuk peningkatan kualitas gula. Untuk keperluan tersebut telah dilakukan kajian baik oleh P3GI, SUTECH ENGINERING – Thailand dan kunjungan ke Pabrik-pabrik gula di Thailand yang sudah lebih modern dan kapasitas lebih besar antara 12.500 ton tebu per hari hingga 35.000 ton tebu per hari.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa peningkatan kapasitas giling PG Kebon Agung yang pada tahun ini 2010 sebesar 7.000 ton tebu per hari akan meningkat menjadi 12.500 ton tebu per hari expandable 15.000 ton tebu per hari atau meningkat 5.500 – 8.000 ton tebu per hari atau dengan kata lain, PG Kebon Agung menambah satu pabrik gula baru dengan kapasitas 8.000 ton tebu per hari.
Gula
Deptan menargetkan produksi gula putih atau gula konsumsi pada tahun 2009 mencapai 2,84 juta ton, sehingga bisa mencukupi seluruh kebutuhan dalam negeri tanpa perlu mengimpor. Menurut Dirjen Perkebunan Deptan Achmad Mangga Barani, pada tahun 2008 produksi gula putih nasional mencapai 2,74 juta ton sedangkan kebutuhannya hanya 2,7 juta ton.
Sementara itu produktivitas lahan perkebunan tebu pada tahun 2009 ini secara umum bervariasi. Namun untuk Jawa rata-rata 79,6 ton/ha sedangkan luar Jawa 76,1 ton/ha dan nasional 78 ton/ha, dengan rendemen tebu rata-rata 8,27%. Luasan areal perkebunan tebu pada tahun 2008 berkurang 20.000 ha karena saat itu harga gula rendah sehingga minat petani untuk budi daya tanaman tebu berkurang. Namun untuk tahun 2009 petani kembali bergairah karena harga bagus, sehingga petani memelihara tanamannya dan berdampak pada peningkatan produktivitas dan rendemen.
Menurut Ketua Asosiasi Petani Tebu Indonesia (APTRI) Arum Sabil, dari taksasi produksi gula secara nasional, besarnya kapasitas giling terpasang seluruh Indonesia pada tahun 2009 mencapai 225.303 ton tebu/hari. Angka ini didapat dari luas area mencapai 441.318 ha. Untuk rendemen, rata-rata yang dihasilkan 8,21 dan gula yang dihasilkan bisa mencapai 2.850.019 ton/tahun.
Taksasi produksi gula tersebut didasarkan luas lahan maupun produksi gula baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa. Untuk Jawa, sedikitnya ada 10 perusahaan gula. Masing-masing, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT Rajawali I, PT Rajawali II, PT Kebon Agung, PT PG Madu Baru, PT Candi, PT Industri Gula Nusantara, dan PT Pakis Baru. Sepuluh perusahaan tersebut membawahi 51 pabrik gula (PG). Sementara untuk luar Jawa terdapat 8 perusahaan gula, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN XXIV, PT Gunung Madu Plantation, PT Gula Putih Mataram, PT Sub Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan PT Gorontalo. Delapan perusahaan tersebut membawahi 12 PG.
Meski harga gula terus merangkak naik, pemerintah memastikan tidak akan menambah jatah volume impor gula untuk tahun 2009 ini. Alokasi izin impor gula masih tetap 1,6 juta ton. Namun untuk gula industri masih harus diimpor. Kebutuhan gula industri di dalam negeri, sebanyak 1,8 juta ton sementara produksi nasional raw sugar baru mencapai 100 ribu ton, sehingga kekurangannya didatangkan dari luar.
Namun demikian, pada tahun 2014 Indonesia diperkirakan sudah bisa memenuhi sendiri seluruh kebutuhan gula mentah untuk bahan baku industri. Dengan kondisi tersebut, untuk tahun 2009 ini produksi gula nasional diharapkan juga mengalami peningkatan sehingga mencapai target 2,84 juta ton.
Harga gula rafinasi tampaknya bakal naik lagi. Pasalnya harga raw sugar sebagai bahan baku gula rafinasi, terus melonjak di pasar internasional. Pada Desember 2008 harga raw sugar masih di kisaran harga USD247/ton, Januari 2009 USD270/ton, dan Februari USD286/ton. Dengan kondisi ini, kemungkinan produsen akan kembali mengoreksi harga. Padahal, baru bulan Januari 2009 lalu produsen menaikkan harga gula rafinasi sebesar 5% - 6%.
Pada Januari 2009 harga gula rafinasi di tingkat produsen sekitar Rp5.500 - Rp5.600/kg. Dengan kenaikan harga gula mentah belakangan ini, maka harga gula rafinasi di tingkat produsen bakal naik menjadi Rp6.600/kg. Produsen menduga, kenaikan harga gula mentah dipicu harga minyak mentah dunia yang mulai merangkak naik. Beban produsen bertambah seiring pelemahan nilai tukar rupiah ke kisaran Rp12.000/USD.
Masalahnya, dalam dua tahun terakhir produksi gula rafinasi cenderung menurun. Pada tahun 2007, produksi gula rafinasi dari lima perusahaan dalam negeri mencapai 1,4 juta ton. Pada tahun 2008, produksi turun menjadi 1,1 juta ton. Tahun 2009 ini jumlahnya bakal lebih rendah lagi karena yang beroperasi baru dua pabrik gula.
Kenaikan harga gula rafinasi mengakibatkan para konsumennya harus merogoh koceknya lebih dalam lagi. Sekretaris Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) Suroso Natakusumah mengaku, gula menjadi bagian penting dalam komposisi biaya produksi industri minuman ringan. Jadi, kenaikan harga gula rafinasi pasti mengubah komponen harga jual mereka. Bila harga gula rafinasi terus meningkat, maka harga beberapa produk makanan dan minuman juga bakal ikutan naik.
Pengusaha menyambut positif aturan Mendag atas penyempurnaan petunjuk pendistribusian gula rafinasi. Penyempurnaan ini dilakukan dalam rangka memberi kepastian dan kejelasan bagi semua pihak yang terlibat perihal distribusi gula rafinasi yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Petunjuk pendistribusian gula rafinasi ini tetap dalam kerangka SK Menperindag No.527/2004, bahwa gula kristal rafinasi hanya untuk kebutuhan bahan baku bagi industri pengguna.
Mendag Mari Pangestu mengungkapkan, untuk proses monitoring, produsen, distributor, dan sub distributor wajib melaporkan secara berjenjang baik kepada dinas setempat maupun kepada pemerintah pusat. Jika diusut lebih jauh, ternyata yang memprakarsai keluarnya regulasi tersebut adalah industri kecil makanan dan minuman. Tujuannya agar mereka bisa mendapatkan pasokan gula rafinasi. Untuk mengantisipasi kebocoran ke pasar konsumsi gula, pemerintah harus memberi sanksi pada distributor yang terbukti melakukan penyimpangan dalam penyaluran gula kristal rafinasi
Menurut Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani, sekarang industri rumah tangga makanan dan minuman di tingkat kabupaten dan provinsi bisa mendapatkan gula rafinasi. Industri bisa menunjuk distributor atau menggunakan subdistributor untuk mendapat pasokan. Namun sebetulnya regulasi tersebut tidak lengkap karena berpotensi terjadinya kebocoran. Artinya, pada saat industri gula rafinasi mendistribusikan produknya melalui rantai distribusi, masih ada potensi produk tersebut dibeli oleh pedagang lain.
Sementara itu, pemerintah melalui Depperin meluncurkan program revitalisasi mesin PG dengan anggaran sebesar Rp50 miliar untuk tahun 2009. Menurut Dirjen Industri Logam Mesin, Tekstil, dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, revitalisasi mesin di PG ditujukan untuk meningkatkan rendemen atau hasil produksi gula dari tebu hasil produksi pabrik lokal. Selama ini, tingkat rendemen PG lokal masih di bawah 10% karena diproduksi oleh mesin-mesin dan pabrik yang sudah tua.
Program revitalisasi pabrik gula merupakan pemberian potongan harga 10% dari nilai mesin yang dibeli produsen gula. Meski demikian, Depperin hanya memberikan potongan harga bagi PG yang membeli mesin buatan dalam negeri. Hal ini dengan pertimbangan banyak perusahaan di dalam negeri yang sudah mampu membuat mesin untuk PG. Pemerintah sudah membuka pendaftaran program revitalisasi terhitung 28 Maret 2009 hingga 30 Juni 2009.
Sementara itu produktivitas lahan perkebunan tebu pada tahun 2009 ini secara umum bervariasi. Namun untuk Jawa rata-rata 79,6 ton/ha sedangkan luar Jawa 76,1 ton/ha dan nasional 78 ton/ha, dengan rendemen tebu rata-rata 8,27%. Luasan areal perkebunan tebu pada tahun 2008 berkurang 20.000 ha karena saat itu harga gula rendah sehingga minat petani untuk budi daya tanaman tebu berkurang. Namun untuk tahun 2009 petani kembali bergairah karena harga bagus, sehingga petani memelihara tanamannya dan berdampak pada peningkatan produktivitas dan rendemen.
Menurut Ketua Asosiasi Petani Tebu Indonesia (APTRI) Arum Sabil, dari taksasi produksi gula secara nasional, besarnya kapasitas giling terpasang seluruh Indonesia pada tahun 2009 mencapai 225.303 ton tebu/hari. Angka ini didapat dari luas area mencapai 441.318 ha. Untuk rendemen, rata-rata yang dihasilkan 8,21 dan gula yang dihasilkan bisa mencapai 2.850.019 ton/tahun.
Taksasi produksi gula tersebut didasarkan luas lahan maupun produksi gula baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa. Untuk Jawa, sedikitnya ada 10 perusahaan gula. Masing-masing, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT Rajawali I, PT Rajawali II, PT Kebon Agung, PT PG Madu Baru, PT Candi, PT Industri Gula Nusantara, dan PT Pakis Baru. Sepuluh perusahaan tersebut membawahi 51 pabrik gula (PG). Sementara untuk luar Jawa terdapat 8 perusahaan gula, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN XXIV, PT Gunung Madu Plantation, PT Gula Putih Mataram, PT Sub Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan PT Gorontalo. Delapan perusahaan tersebut membawahi 12 PG.
Meski harga gula terus merangkak naik, pemerintah memastikan tidak akan menambah jatah volume impor gula untuk tahun 2009 ini. Alokasi izin impor gula masih tetap 1,6 juta ton. Namun untuk gula industri masih harus diimpor. Kebutuhan gula industri di dalam negeri, sebanyak 1,8 juta ton sementara produksi nasional raw sugar baru mencapai 100 ribu ton, sehingga kekurangannya didatangkan dari luar.
Namun demikian, pada tahun 2014 Indonesia diperkirakan sudah bisa memenuhi sendiri seluruh kebutuhan gula mentah untuk bahan baku industri. Dengan kondisi tersebut, untuk tahun 2009 ini produksi gula nasional diharapkan juga mengalami peningkatan sehingga mencapai target 2,84 juta ton.
Harga gula rafinasi tampaknya bakal naik lagi. Pasalnya harga raw sugar sebagai bahan baku gula rafinasi, terus melonjak di pasar internasional. Pada Desember 2008 harga raw sugar masih di kisaran harga USD247/ton, Januari 2009 USD270/ton, dan Februari USD286/ton. Dengan kondisi ini, kemungkinan produsen akan kembali mengoreksi harga. Padahal, baru bulan Januari 2009 lalu produsen menaikkan harga gula rafinasi sebesar 5% - 6%.
Pada Januari 2009 harga gula rafinasi di tingkat produsen sekitar Rp5.500 - Rp5.600/kg. Dengan kenaikan harga gula mentah belakangan ini, maka harga gula rafinasi di tingkat produsen bakal naik menjadi Rp6.600/kg. Produsen menduga, kenaikan harga gula mentah dipicu harga minyak mentah dunia yang mulai merangkak naik. Beban produsen bertambah seiring pelemahan nilai tukar rupiah ke kisaran Rp12.000/USD.
Masalahnya, dalam dua tahun terakhir produksi gula rafinasi cenderung menurun. Pada tahun 2007, produksi gula rafinasi dari lima perusahaan dalam negeri mencapai 1,4 juta ton. Pada tahun 2008, produksi turun menjadi 1,1 juta ton. Tahun 2009 ini jumlahnya bakal lebih rendah lagi karena yang beroperasi baru dua pabrik gula.
Kenaikan harga gula rafinasi mengakibatkan para konsumennya harus merogoh koceknya lebih dalam lagi. Sekretaris Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) Suroso Natakusumah mengaku, gula menjadi bagian penting dalam komposisi biaya produksi industri minuman ringan. Jadi, kenaikan harga gula rafinasi pasti mengubah komponen harga jual mereka. Bila harga gula rafinasi terus meningkat, maka harga beberapa produk makanan dan minuman juga bakal ikutan naik.
Pengusaha menyambut positif aturan Mendag atas penyempurnaan petunjuk pendistribusian gula rafinasi. Penyempurnaan ini dilakukan dalam rangka memberi kepastian dan kejelasan bagi semua pihak yang terlibat perihal distribusi gula rafinasi yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Petunjuk pendistribusian gula rafinasi ini tetap dalam kerangka SK Menperindag No.527/2004, bahwa gula kristal rafinasi hanya untuk kebutuhan bahan baku bagi industri pengguna.
Mendag Mari Pangestu mengungkapkan, untuk proses monitoring, produsen, distributor, dan sub distributor wajib melaporkan secara berjenjang baik kepada dinas setempat maupun kepada pemerintah pusat. Jika diusut lebih jauh, ternyata yang memprakarsai keluarnya regulasi tersebut adalah industri kecil makanan dan minuman. Tujuannya agar mereka bisa mendapatkan pasokan gula rafinasi. Untuk mengantisipasi kebocoran ke pasar konsumsi gula, pemerintah harus memberi sanksi pada distributor yang terbukti melakukan penyimpangan dalam penyaluran gula kristal rafinasi
Menurut Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani, sekarang industri rumah tangga makanan dan minuman di tingkat kabupaten dan provinsi bisa mendapatkan gula rafinasi. Industri bisa menunjuk distributor atau menggunakan subdistributor untuk mendapat pasokan. Namun sebetulnya regulasi tersebut tidak lengkap karena berpotensi terjadinya kebocoran. Artinya, pada saat industri gula rafinasi mendistribusikan produknya melalui rantai distribusi, masih ada potensi produk tersebut dibeli oleh pedagang lain.
Sementara itu, pemerintah melalui Depperin meluncurkan program revitalisasi mesin PG dengan anggaran sebesar Rp50 miliar untuk tahun 2009. Menurut Dirjen Industri Logam Mesin, Tekstil, dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, revitalisasi mesin di PG ditujukan untuk meningkatkan rendemen atau hasil produksi gula dari tebu hasil produksi pabrik lokal. Selama ini, tingkat rendemen PG lokal masih di bawah 10% karena diproduksi oleh mesin-mesin dan pabrik yang sudah tua.
Program revitalisasi pabrik gula merupakan pemberian potongan harga 10% dari nilai mesin yang dibeli produsen gula. Meski demikian, Depperin hanya memberikan potongan harga bagi PG yang membeli mesin buatan dalam negeri. Hal ini dengan pertimbangan banyak perusahaan di dalam negeri yang sudah mampu membuat mesin untuk PG. Pemerintah sudah membuka pendaftaran program revitalisasi terhitung 28 Maret 2009 hingga 30 Juni 2009.